Software Iklan Baris Massal

Laman

Kamis, 30 Desember 2010

Sejarah Batik Yogyakarta

Seni Batik Tradisional dikenal sejak beberapa abad yang lalu di tanah Jawa. Bila kita menelusuri perjalan perkembangan batik di tanah Jawa tidak akan lepas dari perkembangan seni batik di Jawa Tengah. Batik Jogja merupakan bagian dari perkembangan sejarah batik di Jawa Tengah yang telah mengalami perpaduan beberapa corak dari daerah lain.
Perjalanan “Batik Yogya” tidak bisa lepas dari perjanjian Giyanti 1755. Begitu Mataram terbelah dua, dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri, busana Mataram diangkut dari Surakarta ke Ngayogyakarta maka Sri Susuhunan Pakubuwono II merancang busana baru dan pakaian adat Kraton Surakarta berbeda dengan busana Yogya.
Di desa Giyanti, perundingan itu berlangsung. Yang hasilnya antara lain , Daerah atau Wilayah Mataram dibagi dua, satu bagian dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB II di Surakarta Hadiningrat , sebagian lagi dibawah kekuasaan Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang setelah dinobatkan sebagai raja bergelar Ngersa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senopati ing Ngalaga Ngabdul Rachman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang jumeneng kaping I , yang kemudian kratonnya dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Semua pusaka dan benda-benda keraton juga dibagi dua. Busana Mataraman dibawa ke Yogyakarta , karena Kangjeng Pangeran Mangkubumi yang berkehendak melestarikannya. Oleh karena itu Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB III merancang tata busana baru dan berhasil membuat Busana Adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat sampai sekarang ini.
Ciri khas batik gaya Yogyakarta , ada dua macam latar atau warna dasar kain. Putih dan Hitam. Sementara warna batik bisa putih (warna kain mori) , biru tua kehitaman dan coklat soga. Sered atau pinggiran kain, putih, diusahakan tidak sampai pecah sehingga kemasukan soga, baik kain berlatar hitam maupun putih. Ragam hiasnya pertama Geometris : garis miring lerek atau lereng , garis silang atau ceplok dan kawung , serta anyaman dan limaran.Ragam hias yang bersifat kedua non-geometris semen , lung- lungan dan boketan.Ragam hias yang bersifat simbolis erat hubungannya dengan falsafah Hindu – Jawa ( Ny.Nian S Jumena ) antara lain : Sawat Melambangkan mahkota atau penguasa tinggi , Meru melambangkan gunung atau tanah ( bumi ) , Naga melambangkan air , Burung melambangkan angin atau dunia atas , Lidah api melambangkan nyala atau geni.
Sejak pertama sudah ada kain larangan. Setiap Sultan yang bertahta berhak membuat peraturan baru atau larangan-larangan.
Terakhir, Sri Paduka Sultan HB VIII membuat peraturan baru ( revisi ) berjudul Pranatan dalem bab namanipun peangangge keprabon ing Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dimuat dalam Rijksblad van Djokjakarta No 19. th 1927, Yang dimaksud pangangge keprabon ( busana keprabon ) adalah : kuluk ( wangkidan ), dodot / kampuh serta bebet prajuritan, bebet nyamping ( kain panjang ) , celana sarta glisire ( celana cindhe , beludru , sutra , katun dan gelisirnya ), payung atau songsong.
Motif batik larangan : Parang rusak ( parang rusak barong , parang rusak gendreh <>
Semua putra dalem diperbolehkan mengenakan kain-kain tersebut di atas. Busana batik untuk Permaisuri diperbolehkan sama dengan raja. Garwa ampeyan dalem diizinkan memakai parang rusak gendreh kebawah. Garwa Padmi KG Pangeran Adipati sama dengan suaminya. Garwa Ampeyan KG Pangeran Adipati diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah. Demikian pula putra KG Pangeran Adipati. Istri para Pangeran Putra dan Pangeran Putra Raja yang terdahulu ( Pangeran Putra Sentananing Panjenengan dalem Nata ) sama dengan suaminya . Garwa Ampeyan para Pangeran diperbolehkan memakai parang rusak gendreh ke bawah. Wayah dalem ( cucu Raja ) mengenakan parang rusak gendreh ke bawah. Pun Buyut dalem ( cicit Raja) dan Canggah dalem ( Putranya buyut ). Warengipun Panjenengan dalem Nata ( putra dan putri ) kebawah diperbolehkan mengenakan kain batik parang – parangan harus seling , tidak diperbolehkan byur atau polos.
Pepatih dalem ( Patih Raja ) diperkenankan memakai parang rusak barong kebawah. Abdidalem : Pengulu Hakim , Wedana Ageng Prajurit , Bupati Nayaka Jawi lan lebet diperkenankan mengenakan parang rusak gendreh kebawah. Bupati Patih Kadipaten dan Bupati Polisi sama dengan abdidalem tersebut diatas. Penghulu Landrad , Wedana Keparak para Gusti ( Nyai Riya ), Bupati Anom , Riya Bupati Anom , parang rusak gendreh kebawah.
Abdidalem yang pangkatnya dibawah abdi dalem Riya Bupati Anom dan yang bukan pangkat bupati Anom, yakni yang berpangkat Penewu Tua

contoh batik Yogyakarta :






Selasa, 21 Desember 2010

KALIADEM PASCA ERUPSI

Aku ingin sekali melihat dari dekat bagaimana keadaan lereng merapi pasca erupsi beberapa waktu lalu. Pagi ini kesampaian juga keinginanku, meski sudah kesiangan, sekitar pukul 9.00 aku baru berangkat setelah adikku menceritakan keadaan Kinah Rejo yang sekarang ini.'lautan pasir, Kinah Rejo sekarang jadi lautan pasir. penasaran nggak ? datang kesana saja biar tahu " kilah adikku.
Aku berangkat dari Sleman menuju jalan Turi, kuikuti jalan sampai akhirnya tiba di desa Turi, kuambil jalan yang lurus keutara, sampai di Pulowatu , terus naik sampai ketemu Kali Boyong yang penuh material merapi, setelah melewati Kali Boyong di jembatan yang dadal oleh ganasnya arus lahar dingin aku sampai di Kaliurang.
Di Kaliurang bangunan aman saja, cuma sepertinya abu vulkaniknya tebal. Hutan didekat telogo putri yang dulu rindang hangus terbakar. Ditempat ini sudah kembali banyak orang berjualan jadah tempe bacem makanan khas Kaliurang, pengunjungnya juga padat sekali hari ini.






Kuputar haluan meneruskan perjalanan menuju Kaliadem, sesampai di Kaliadem ini baru kulihat pemandangan yang benar-benar memprihatinkan , pepohonan yang kering kerontang, satu dua rumah yang masih berdiri itupun rusak parah, kuambil beberapa foto kadaan disana.

Minggu, 31 Oktober 2010

SEPENGGAL CERITA KEHIDUPAN DI PAGI HARI

Disela-sela kesibukan rutinku, kutemui putriku pulang sekolah dengan bias kekecewaan dan penyesalan yang dalam diraut wajahnya yang lelah. Sepertinya putriku amat sangat kecewa dan menyesal dengan apa yang barusan terjadi terhadap anak laki-laki sebayanya seperti yang diceritakan kakak kelasnya.
Pagi hari memang kepadatan lalu lintas jalan raya sangat...sangat...sangatlah luar biasa, semua ingin segera sampai tujuan , semua ingin cepat, saling dahulu mendahului, kalau kita lengah sedikit mungkin saja bres....jatuh
ketabrak dari belakang, nabrak  didepan kita, kesenggol sampingdll. Terkadang kita sudah hati-hati sekeliling kita yang teledor. akhirnya kalau kita kurang waspada kita juga kena imbasnya.
Aku selalu takut membayangkan hal itu, anakku sekolah jauh semua , kalau naik angkot telat, yang besar klas I Sekolah Menengah Kejuruan yang jauhnya kurang lebih ya 25 km lah dari rumah, sedang yang nomor 2 Sekolah Menengah pertama kira-kira 15 km dari rumah.
Mereka selalu diantar bapaknya berdua sekaligus, si kakak dianter sampai ke selter terdekat ya kira-kira 10 km
dilanjut ngantar adiknya sampai sekolah. Aku selalu berpesan untuk hati-hati dan berdoa.
Siang itu begitu melangkahkan kaki masuk rumah, anakku yang besar dengan wajah penuh penyesalan mendekatiku sambil bercerita, bahwa tadi ada kecelakaan. Anak laki-laki sebayaku bunda, jatuh dari motor yang dikendarai kesenggol sama-sama pengendara sepeda motor, jatuh ditengah jalan , anak itu berusaha bangun, baru saja bangun astagfirullah ada bis dari belakang, anak itu ketabrak bis, ya Allah katanya, anak itu putih cakep lagi , tapi nggak segera ditolong malah ditutupi koran , apa karena diperkirakan sudah nggak mungkin tertolong, tapi sepertinya masih ada gerakan tapi nggak tahulah, ya Allah kasihan sekali anak itu bagaimana dengan keluarganya kata anakku dengan mimik sangat sedih. Aku sedih sekali membayangkan anak itu , betapa sedih orang tuanya, sampai malam aku masih terbayang , ada perasaan miris dalam hatiku mendengar cerita anakku. Lewat tulisanku ini aku ingin menghimbau hati-hatilah para pengguna jalan hormatilah sesama pengguna jalan agar kita terhindar dari musibah di jalan .

Kamis, 21 Oktober 2010

nyaris putus leher masih jalan-jalan!?

kurang lebih 8 tahun yang lalu, saat aku mengandung anak yang ketiga, perutku sudah besar karen usia kandunganku ketika itu sudah sembilan bulan lebih.Dengan harap-harap cemas menunggu tanda-tanda kelahiran yang belum juga memberi sinyal kapan anakku akan lahir.Aku menunggu dengan perasaan cemas,karena sudah melebihi hpl belum juga ada tanda kalau anakku ini akan lahir kedunia. Menurut adat jawa kalau hamil koq sampai hitungan saatnya
jabang bayi lahir kedunia belum ada tanda-tanda melahirkan ada tradisi adat yang dilaksanakan, semacam selamatanlah!.
Lalu dibuatlah acara yang melibatkan orang-orang terdekat sekitarku , ya... semacam kenduri kecil-kecilanlah.
Ada nasi dan lauk pauknya, jajan pasar, yang paling utama makanan semacam  bubur  yang orang-orang memberi nama jenang lotrok biar cepat mlotrok alias mlorot dan cepat keluarlah jabang bayi dari rahimku.
Nah salah satu lauk yang tersaji adalah ayam yang disembelih dan dimasak semacam opor atau apa itu ya kalau orang jawa menamakan ingkung.
Nah disinilah  keajaiban terjadi, ayam yang sudah disembelih sejak pagi, dengan leher yang nyaris hampir putus karena disembelih, eeeh sampai sore nggak mati malah jalan-jalan kesana kemari, takut aku jadinya. Ayam apa ini, leher hampir putus, masih hidup , jalan kesana kemari. Kasihan melihat ayam itu, kami sekeluarga berembug mencari cara bagaimana ayam itu bisa mati. Akhirnya setelah tukar pendapat dengan beberapa orang, akhirnya kami menemukan cara setelah mendapat masukan dari seorang yang tahu agama, ya kyailah.Oleh kyai pantat ayam tadi dimasukkan keair, dibenamkan lama sampai akhirnya ayam itu mati.
Aku tak habis pikir, disembelih nggak mati...? dibenamkan air pantatnya baru mati...!!!!
Ya itulah kekuasaan Allah.